Alam sebagai bagian tak
terpisahkan dari manusia memiliki berbagai macam potensi baik secara ekonomi
maupun ekologi. Berbagai macam ekosistem yang hidup di dalamnya selain menjadi
sumber bahan pangan, bahan papan (material bangunan) juga menyimpan potensi
wisata alam (ekowisata). Sayangnya, kurangnya pemahaman dan kesadaran, mengakibatkan masyarakat maupun para pengambil kebijakan sering abai dalam pemanfaatan
potensi yang ada, alih-alih dimanfaatkan dalam rangka peningkatan taraf hidup
masyarakat dan pendapatan daerah, justeru sebaliknya alam dirusak oleh
oknum-oknum tak bertanggung jawab akibat lemahnya pengawasan dan penegakan
hukum yang pada akhirnya akan berdampak pada hilangnya tumpuan ekonomi serta
meningkatnya resiko saat terjadi bencana alam.
Salah satu potensi alam yang
dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat yaitu kawasan hutan
mangrove. keberadaan hutan mangrove mampu menyediakan nutrient yang
bermanfaat bagi biota yang hidup di dalamnya, bentuk akar mangrove yang khas menyerupai cakar menjadi daerah pemijahan (spawning
ground) yang baik bagi biota laut. Selain itu, hutan mangrove juga dapat
meminimalisir resiko bencana alam seperti abrasi pantai, tsunami serta terpaan
angin puting beliung. Akar-akar mangrove yang kuat mampu menahan hempasan gelombang dari
laut serta menjadi perangkap partikel material yang menyebabkan terjadinya
sedimentasi secara terus menerus. Begitupun saat terjadi gelombang tsunami,
akar-akar mangrove mampu menahan laju gelombang yang mengalir dari laut saat
terjadinya tsunami sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang terjadi, bahkan
meminimalisir jatuhnya korban jiwa.
Di daerah Kabupaten Seram Bagian
Timur, keberadaan kawasan hutan mangrove dapat ditemukan antara lain di Pulau
Akat, Kecamatan Tutuk Tolu dan di pesisir Desa Sesar, Kecamatan Bula. Keberadaan hutan
mangrove tersebut menjanjikan potensi ekonomi yang baik jika dimanfaatkan
secara maksimal. Namun selama ini keberadaan hutan mangrove baik di pesisir
Desa Sesar maupun di Pulau Akat belum mampu dimaksimalkan, baik sebagai
destinasi wisata maupun sebagai kawasan konservasi.
Icon Pantai Gumumae yang menjadi Spot favorit pengunjung untuk melakukan pengambilan gambar |
Kondisi Kawasan Mangrove Pantai Gumumae (Tanjung Sesar).
Keberadaan kawasan Hutan Mangrove
di Pantai Gumumae (Tanjung Sesar) beberapa tahun yang lalu dilengkapi dengan
jembatan berbahan kayu yang mengitari kawasan mangrove. Adanya fasilitas
tersebut mampu menarik perhatian para pengunjung untuk datang menikmati suasana
alam di sekitar kawasan hutan mangrove. Namun, saat ini jembatan tersebut telah
mengalami kerusakan total sehingga tidak bisa lagi digunakan. Hal ini tentu
berdampak pada menurunnya daya tarik Pantai Gumumae sebagai objek wisata
unggulan di Kabupaten Seram Bagian Timur.
Di samping kawasan hutan mangrove
di Pantai Gumumae, terdapat juga kawasan mangrove di pesisir Desa Sesar,
tepatnya di kawasan Kampung Nelayan, Sesar. Namun dalam beberapa tahun terakhir
laju penebangan terhadap mangrove cukup tinggi. hal ini dikarenakan
berkembangnya pemukiman penduduk serta tidak maksimalnya pengawasan oleh aparat
terkait. Penebangan mangrove tentu berdampak pada hilangnya daerah pemijahan (Spawning Ground) serta daerah pembesaran
(nursery ground) bagi biota laut
serta habitat bagi hewan lainnya sehingga menjadi sumber keanekaragaman hayati (Biodiversity).
Kerusakan hutan mangrove di Desa Sesar tentu juga meningkatkan resiko saat
terjadinya bencana alam. Fungsi akar-akar mangrove yang dapat menjadi perangkap
sedimen sehingga mencegah terjadinya abrasi pantai telah dirusak demi kebutuhan
lahan pemukiman. Selain itu, ancaman kerusakan akibat tsunami juga semakin
tinggi dengan ditiadakannya mangrove seagai penahan laju ombak dari laut. terpaan
angin puting beliung juga yang harusnya bisa dihalangi oleh mangrove, namun
dengan penebangan maka resiko kerusakan perumahan warga akibat angin putting beliung
semakin tinggi. Hal ini pernah di rasakan oleh masayarakat Graha Indah di
Balikpapan yang harus menjadi korban angin puting beliung. Akibatnya, sebanyak
300 rumah warga mengalami kerusakan.
Penebangan mangrove di pesisir
Desa Sesar selain akibat kebutuhan pemukiman, juga untuk keperluan pembangunan
jalan yang menghubungkan jalan utama ke pemukiman nelayan. Sering kali
pembangunan mengabaikan kepentingan ekologi. Tidak tersedianya Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) mengakibatkan pembangunan yang mendahulukan sektor
tertentu dan mengabaikan sektor yang lain. Padahal dengan adanya Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dapat menjaga keseimbangan dan keserasian wilayah antar
sektor sehingga tercipta keharmonisan dengan alam guna meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat yang berdampak pada terwujudnya integritas
nasional.
Penebangan mangrove untuk pemukiman warga di Kampung Nelayan, Desa Sesar, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur-Maluku |
Potensi ekonomi dan ekowisata
Sebuah Perbandingan
Keberadaan hutan mangrove jika
diberdayakan dengan baik dapat menjadi tempat rekreasi, lokasi penelitian,
kawasan konservasi serta sumber pemasukan ekonomi baik bagi masyarakat maupun
bagi keuangan daerah. Sebagai contohnya Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan
yang saat ini telah menjadi ikon wisata Kota Tarakan dengan beragam
fungsi yakni pendidikan, hiburan serta Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pintu masuk Kawasan Konservasi Hutan Mangrove dan Bekantan |
Objek wisata seluas 8,8 ha yang mulai dikelola
sejak tahun 2001 ini juga menjadi rumah bagi puluhan ekor Bekantan (Nasalis larvatus)-sejenis kera yang
memiliki hidung panjang- yang mulai
dikembangkan di kawasan konservasi ini sejak tahun 2003. Kera-kera tersebut selain menjadi maskot daripada kawasan wisata Ancol, juga merupakan maskot wisata Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan. Di tahun tersebut Dinas
Pariwisata Kota Tarakan selaku pengelola mengembangbiakkan 6 ekor. Hingga saat
ini jumlah Bekantan telah mencapa 40 ekor. Selain menyediakan hewan langka
seperti Bekantan, pemerintah Kota Tarakan juga menyediakan perpustakaan, pos
istirahat dan gazebo. Aparat pemerintah setempat dalam membangun kawasan wisata
mangrove juga melibatkan pihak PERTAMINA sehingga bisa menggunakan dana CSR (Corporate Social Responsibility) guna
membangun berbagai fasilitas yang dibutuhkan.
Keberadaan fasilitas penunjang dikawasan wisata tersebut cukup memadai
serta terawat dengan baik, letak kawasan wisata mangrove Kota Tarakan juga sangat
strategis karena letaknya yang berdekatan dengan pusat kota sehingga mudah
dijangkau oleh masyarakat baik menggunakan angkutan pribadi maupun angkutan umum. Hal ini
yang menjadi salah satu keunggulan Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan (KKMB) Kota Tarakan.
Suasana Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan |
Berdasarkan hasil penelitian tim
peneliti dari Universitas Borneo-Tarakan diketahui bahwa dengan adanya kawasan
wisata konservasi mangrove di Kota Tarakan tersebut mampu memberikan efek ekonomi kepada
masyarakat (multiplier effect) sehingga
dari 90 orang yang diwawancarai 20% memiliki pendapatan di atas Rp. 2.000.000/
bulan, 13,33% memiliki pendapatan berkisar Rp. 1.500.000-2.000.000/bulan,
37,78% memiliki penghasilan sebesar Rp. 1.000.000-1.500.000/bulan, 21,11%
memiliki penghasilan sebesar Rp. 500.000-1.000.000/bulan dan sisanya, yakni
7,78% berpenghasilan kurang dari 500.000.
Prospek Hutan Mangrove Pantai Gumumae
Jika kita hendak membandingkan
karakteristik hutan mangrove, Kota Tarakan dan hutan mangrove Pantai Gumumae
maka bisa dikatakan pantai Gumumae memiliki karakteristik yang khas sehingga menjadi
keunggulan tersendiri. Keunggulannya yakni selain topografi Pantai Gumumae berupa lumpur, khususnya di bagian dalam yang menjadi tempat mangrove
tumbuh, juga merupakan pantai berpasir putih di bagian luar yang menghadap laut
lepas dimana ratusan pohon cemara laut (Casuarina
equisetifolia) tumbuh, hal ini tentu
menjadi keunikan tersendiri bagi Pantai gumumae. Selain itu, keberadaan berbagai
macam reptil seperti buaya dan ular bisa dijadikan sebagai objek
pengamatan para peneliti.
Hamparan pohon cemara laut (Casuarina equisetifolia) di Kawasan Wisata Pantai Gumumae |
Letak pantai Gumumae yang
berdekatan dengan pusat Kota Bula juga menjadi keunggulan tersendiri untuk
dikembangkan karena mudah dijangkau oleh masyarakat. Namun, yang menjadi tugas
daripada pemerintah setempat agar memastikan adanya fasilitas penunjang kawasan
wisata mangrove seperti jembatan kayu yang akan digunakan oleh pengunjung masuk
ke dalam area hutan mangrove, MCK, Musholla, fasilitas penerangan, serta jalan
setapak dipinggir pantai yang nyaman sehingga momen liburan panjang (seperti lebaran saat ini hehe) masyarakat tak mesti jauh-jauh ke memilih tempat berekreasi.
Tantangan berikutnya adalah
bagaimana merubah pola pembangunan pemukiman yang tidak lagi mengorbankan
ekositem mangrove agar penebangan terhadap mangrove bisa diminimalisir. Terkait mitigasi bencana, terjaganya
kawasan hutan mangrove dapat melindungi pemukiman warga dari ancaman abrasi
pantai, tsunami, rembesan air laut, terpaan angin puting beliung. Selain itu,
dengan tingginya kunjungan wisatawan di kawasan wisata mangrove juga akan
menciptakan efek ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar. Para pengrajin bisa menjajahkan hasil kerajinannya, para penjual makanan dan minuman disediakan bangunan sewa untuk menjajakan makanan dan minumannya, keberadaan warung makan akan meningkatkan permintaan sayur, ikan, beras serta kebutuhan lainnya. tingginya permintaan ikan akan meningkatkan pendapatan nelayan, tingginya aktifitas nelayan akan meningkatkan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan begitu seterusnya. begitulah efek ekonomi yang akan tercipta. Tentu pembangunan kawasan wisata hutan mangrove ini tidak
hanya dibebankan kepada pemerintah, namun dapat juga memanfaatkan
perusahaan-perusahan tambang yang beroperasi di Kota Bula melalui mekanisme CSR
(Corporate Social responsibilities).
Tulisan di atas mengulas pamnfaatan potensi satu objek wisata. jika terealisasi maka betapa banyak masyarakat yang terangkat dari lembah kemiskinan. bagaimana jika semua objek wisata di bumi Ita Wotu Nusa ini dapat dimaksimalkan? tentu lebih banyak lagi masyarakat yang meningkat taraf hidupnya dan terangkat dari jurang kemiskinan.
Semoga!
12/06/18