Minggu, 31 Januari 2016

KANFAS SEMESTA



Pernah suatu ketika aku melihat sebuah lukisan besar pada sebuah pigura, lukisan di atas kanfas itu abstrak, perlu pemahaman dan cita rasa seni yang tinggi untuk memahami pesan dan makna yang ingin disampaikan. Banyak coretan di sana-sini, begitupun aneka warna yang saling berlomba menarik perhatian para penikmat seni untuk menangkap setiap sudut keindahan dari kombinasi warnanya, keindahan desainnya dan makna filosofisnya. Sedangkan mereka yang tak memiliki jiwa seni akan menganggap bahwa itu hanyalah coretan2 yang tak teratur serta tak memiliki pesan apa2 selain warna-warni yang yang saling menumpuk, seakan berebut tempat untuk eksis dengan identitasnya masing-masing.

Seperti itu juga alam semesta, ia layaknya sebuah lukisan. Terdapat berbagai macam ciptaan dari jasad renik yang hanya mampu diamati dengan mikroskop sampai benda raksasa yang beratnya sampai berjuta-juta ton. Ada yang paling dekat dengan diri kita yaitu bakteri2 yang dititipkan Tuhan di jasad kita sampai benda-benda angkasa yang hanya mampu diamati dengan bantuan alat pengamat benda angkasa. Belum lagi ciri, desain dan perilaku yang melekat pada setiap ciptaan yang menjadi identitasnya. Layaknya coretan-coretan abstrak yang dilukis di sebuah kanfas maha besar yang sarat akan makna. Bagi orang tak berakal hal itu hanyalah sekumpulan fenomena yang tak bermakna apa-apa selain kebetulan-kebetulan yang ada di sekeliling kita, bahkan di dalam diri kita. Namun bagi kaum berakal akan menjadikan rasionya sebagai lokus yang menggambarkan citra semesta secara utuh lengkap dengan makna yang terkandung dalam kanfas semesta. 

Bagaikan lukisan yang teramat luas sehingga untuk memahaminya secara utuh perlu sebuah cermin cembung raksasa untuk menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Sang Pelukis Semesta, namun dalam hal ini cermin cembung itu tidak di luar tapi di dalam diri kita, lebih tepatnya bersama diri kita. itulah rasio kita Tinggal kita mau menggunakannya atau tidak.

Gedung Pasca Sarjana UMI lt. 4
Minggu, 31 Januari 2016

~. Abdul Ajiz Siolimbona .~

Kamis, 28 Januari 2016

Gerakan Mahasiswa Dalam Tantangan Zaman

Indonesia sebagai sebuah  negara yang telah beberapa kali mengalami gejolak sosial sampai hari ini terus mencari bentuk idealnya, hal ini penting untuk menciptakan kestabilan sosial demi terwujudnya kehidupan masyarakat yan lebih baik dimasa yang akan datang. Beberapa dinamika sosial yang selama ini terjadi tidak bisa dilepaspisahkan dari peran beberapa elemen masyarakat yang turut memberikan andil dalam setiap perubahan sosial (social exchange) yang terjadi, termasuk di dalamnya mahasiswa.

Memisahkan mahasiswa dari setiap dinamika sosial yang terjadi di Indonesia adalah seperti memisahkan gerak sejarah dari lokomotif yang menggerakan roda sejarah itu. Thomas Carlyle pernah menyatakan bahwa sejarah peradaban manusia adalah biografi orang-orang besar, maka dalam konteks Indonesia, sejarah Indonesia merupakan biografi pergerakan mahasiswa Indonesia. hal ini ditandai dengan besarnya  peran mahasiswa dalam setiap momentum-momentum penting perubahan sosial di Indonesia.

Namun belakangan gerakan mahasiswa seperti telah kehilangan efektifitasnya terhadap problematika kebangsaan. Gerakan mahasiswa kekinian telah mengalami pergeseran format dan tujuan idealnya. hal ini mulai terjadi pasca terjadinya gerakan reformasi tahun 1998 yang berhasil menumbangkan Suharto dari kursi kekuasaannya yang telah ia duduki selama kurang lebih 32 tahun. 

Ini tentu menjadi peringatan keras bagi segenap elemen bangsa akan pentingnya menata kembali format gerakan sosial, utamanya yang dilakukan oleh mahasiswa sehingga fungsi pengawalan (agen of control) bisa tetap berjalan dengan baik dalam agenda pembangunan baik infrastruktur maupun suprastruktur. 

Ketika mahasiswa sudah tak mampu lagi melakukan rekayasa sosial (social enginering) maka itu menjadi alarm bahwa bangsa ini telah kehilangan element controlnyayang dikatakan oleh bung Karno sebagai “penyambung lidah rakyat”. gerakan mahasiswa hari ini terlalu mudah disusupi oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan ketajaman nalar kritis mahasiswa. 

Sedangkan para mahasiswa sendiri membangun gerakan tanpa basis ideologi yang utuh baik dari sudut pandang epistemologis maupun sudut pandang aksiologis. Sehingga yang terjadi gerakan mahasiswa adalah gerakan tanpa “master plan” yang cenderung bersifat seremonial belaka.

Anarkisme dan brutalisme saat ini dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari setiap gerakan mahasiswa sehingga alih-alih mendapatkan simpati dari masyarakat, justru menuai kebencian dan antipati. Hal ini tentu menjadi anti klimaks dari sejarah panjang gerakan mahasiswa di Indonesia yang membawanya berada pada titik nadir terendah sepak terjang mahasiswa indonesia dalam konteks kebangsaan. Untuk itu perlu dilakukan penataan kembali (reformasi) gerakan mahasiswa sehingga bisa terus menjadi agen perubahan (agen of change) dan agen pembangunan (agen of development).

PERUBAHAN INTERNAL

Setiap agen perubahan haruslah memiliki seperangkat ideologi yang diperjuangkan, yang menjadi lokus sentrum gerakan dan spirit perjuangan. Ideologi yang diperjuangkan haruslah berupa sekumpulan nilai-nilai praktis yang cocok dan bisa diterima oleh segenap masyarakat Indonesia tanpa adanya diskriminasi kelas, suku dan agama sehingga bisa dikatakan bahwa nilai yang diusung dalam setiap jejak langkah seorang mahasiswa revolusioner haruslah bersifat humanis. Jika ideologi suatu perjuangan berupa nilai-nilai yang sektarian, diskriminatif, ekslusif,  dan bersifat elitis maka akan manuai penolakan dan akhirnya hanya akan menyulut konflik baru yang justeru merusak tatanan sosial yang telah ada.

Selain itu bentuk gerakan mahasiswa yang bertujuan untuk mewujudkan perubahan yang konstruktif ditengah masyarakat haruslah disesuaikan dengan tuntutan zaman. Saat ini gerakan perubahan sudah tidak relevan jika masih menggunakan cara-cara konvensional yang sudah tidak cocok untuk digunakan pada kondisi kekinian, sebagai contoh jika dulu sebelum reformasi bahkan sampai beberapa tahun belakangan ini gerakan mahasiswa cenderung menggunakan metodeyang konfrontatif sehingga tak jarang terjadi chaos yang berujung pada benturan-benturan fisik, maka saat ini gerakan mahasiswa sudah harus mencari bentuknya yang baru yaitu cara yang sifatnya partisipatif dan dialogis. 

Apalagi dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) di tahun 2016 ini maka peran mahasiswa kini menjadi lebih berat lagi yakni melakukan langkah-langkah edukasi terhadap masyarakat agar bisa menghadapi gelombang ekspansi pasar dari luar secara tepat dan bijak. Jika format gerakan yang terus dipakai adalah bersifat konfrontatif serta ekslusif dari masyarakat maka justeru akan menuai kebencian dari masyarakat sehingga akan menjauhkan mahasiswa dari cita-cita ideologisnya.

Langkah-langkah edukasi yang bisa dilakukan adalah gerakan perubahan paradigmatik melalui, penulisan buku atau artikel-artikel yang bisa disebarkan melalui berbagai media, baik media sosial, media cetak maupun media elektronik. Selain itu gerakan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat juga bisa menjadi salah satu format gerakan melalui berbagai macam pelatihan dan seminar serta dialog terbuka dengan masyarakat sehingga bisa menjadi bekal dalam menghadapi persaingan industri terbuka Mayarakat Ekonomi Asia (MEA).

PERUBAHAN EKSTERNAL  

Secara eksternal mahasiswa harus diberikan keleluasaan dalam memproduksi gagasan dan ide-ide kreatif sampai ada tingkat pengaplikasiannya, tentu hal ini mensyaratkan kondisi lingkungan akademik yang mendukung proses tersebut. Untuk itu proses pengekangan terhadap kreatifitas mahasiswa dengan ancaman Drop Out (DO) tentu sudah harus diganti karena hanya akan mematikan kreatifitas mahasiswa yang menjadi tumpuan pembangunan bangsa di masa yang akan datang.

Proses penyelenggaraan pendidikan di indonesia khususnya pendidikan tinggi hari ini masih bersifat “robotik” yaitu sistem pendidikan yang mengekang kebebasan berpendapat dan berkreasi yang justeru  jauh dari cita-cita pendidikan yakni memanusiakan manusia yang hakikatnya adalah merdeka, apalagi ditambah konten perkuliahan yang sangat minim berisi tentang ajaran-ajaran nasionalisme dan kebangsaan. 

Salah satu bentuk pengekangan itu adalah dengan menerapkan sistem DO berdasarkan durasi waktu tertentu selama masa perkuliahan, Sistem DO ini tentu menjadi ancaman bagi setiap mahasiswa yang ingin mengasah nalar kritis dalam sebuah organisasi dan perkumpulan-perkumpulan kemahasiswaan melalui forum-forum diskusi maupun dialog dan seminar serta pelatihan-pelatihan lainnya. Sistem pendidikan tinggi harus memberikan ruang yang cukup bagi mahasiswa untuk mengasah bukan saja kemampuan kognitif, tetapi juga harus mengasah kemampuan afektif dan juga psikomotorik.

Keberadaan lembaga-lembaga mahasiswainternal kampus selama ini dianggap belum efektif dirasakan manfaatnya jika mahasiswa masih dikekang untuk menyampaikan aspirasinya, atau masih dibatasi ruang geraknya melalui sistem DO sehingga berdampak pada hilangnya kepekaan sosial (social sensor) mahasiwa terhadap dinamika kebangsaan.  Masa depan bangsa ini ada di tangan generasi muda yang punya kepekaan sosial yang tinggi terhadap masyarakat, yang punya semangat nasionalisme yang sensitif terhadap fenomena disekitar mereka, dan kreatif dalam menyusun gagasan sebagai solusi terhadap setiap problematika bangsa. 

Pada majalah WASITA edisi desember 1928 jilid 1 no. 3 Ki Hadjar Dewantara menuliskan ”Pengajaran nasional itulah pengajaran yang selaras dengan penghidupan bangsa (maatschappelijk) dan kehidupan bangsa (cultureel). Kalau pengajaran bagi anak-anak kita tidak berdasarkan kenasionalan, sudah tentu anak-anak kita tak akan mengetahui keperluan kita, lahir maupun batin; lagi pula tak mungkin anak-anak itu mempunyai rasa cinta bangsa dan makin lama makin terpisah dari bangsanya, kemudian barangkali menjadi lawan kita”.

Inilah sistem penidikan menurut Ki Hajar Dewantara yang bersifat Humanistik yang mampu berperan sebagaimana yang contohkan oleh bapak-bapak pendiri bangsa yang masa studinya tidak menghalangi mereka memproduksi gagasan-gagasan bangsa yang menjadi spirit bagi rakyat untuk berjuang melawan penindasan, bahkan mereka ikut turun ke medan juang demi melawan penjajahan. (tulisan ini pernah diterbitkan oleh Bone Pos edisi Senin, 25 Januari 2016.

oleh : Abdul Ajiz Siolimbona

Senin, 25 Januari 2016

PEDOMAN PENGELOLAAN EKOSISTEM PESISIR


Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).
Pengelolaan wilayah peisisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya, kegiatan pemanfaatan  (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi : sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis.
Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada kordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah terpadu (horizontal integration) ;  dan antar tingkat pemerintah dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten propinsi, sampai tingkat pusat (vertical integration).
Seperti diuraikan diatas, bahwa wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem (mangroves, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir, dan lainnya) yang satu sama lain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas maupun laut lepas. Kondisi empiris semacam ini mensyaratkan bahwa pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu (PWLT) harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis tersebut, yang dapat mempengaruhi sauatu wilayah pesisir.
Mengingat bahwa suatu pengelolaan terdiri dari tiga tahap utama : perencanaan, implemantasi, omintorong, dan evaluasi, maka jiwa/nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota. 

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana batasnya dapat didefinisikan baik dalam konteks struktur administrasi pemerintah maupun secara ekologis. Batas ke arah darat dari  wilayah pesisir mencakup batas administratif  seluruh desa (sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan otonomi Daerah, Depdagri) yang termasuk dalam wilayah pesisir menurut Program Evaluasi Sumber Daya Kelautan (MERP). Sementara batas wilayah ke arah laut suatu wilayah pesisir untuk keperluan praktis dalam proyek MERP adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) dengan skala 1:50.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), (Dahuri dkk.,1996).

Untuk dapat mencapai tujuan yang didinginkan dalam pengelolaan dan pemanafaatan serta menjaga keberlangsungan sumberdaya yang ada di wilayah pesisir, maka hal yang mutlak diperlukan adanya pedoman pengelolaan untuk setiap komponen  ekosistem wilayah di pesisir. Untuk itu dalam bab ini akan diuraikan setiap permasalahan yang ada disetiap komponen ekosistem serta pedoman yang akan digunakan dalam pengelolaannya.

       Ekosistem Terumbu Karang
      a.Permasalahan
         Ekosistem terumbu karang terdapat di lingkungan perairan yang agak dangkal, seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau diperairan tropis. Untuk mencapai pertumbuhan maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakan gelombang yang besar, dan sirkulasi yang lancar serta terhindar dari proses sedimentasi.
Oleh karena itu, ekosistem terumbu karang serta biota yang berasosiasi dengan terumbu karang tersebut sangat sensitif terhadap berbagai hal seperti : (1) aliran air tawar yang berlebihan yang dapat menurunkan nilai salinitas perairan; (2) beban sedimen yang dapat mengganggu biota yang mencari makan melalui roses penyaringan (filter feeding); (3) suhu ekstrim, yaitu suhu diluar batas suhu toleransi terumbu karang; (4) polusi seperti biosida dari aktifitas pertanian yang masuk ke perairan lokal; (5) kerusakan terumbu, seperti yang diakibatkan oleh badai siklon dan jangkar perahu; dan (6) beban nutrien yang berlebihan yang menyebabkan berkembangnya alga secara berlebihan sehingga dapat menutupi dan membunuh organisme koral atau timbulnya blooming dari fitoplankton yang dapat menghalangi penetrasi sinar matahari sehingga tingkat fotosintesis dari koral menjadi menurun. 


b.      Pedoman Pengelolaan
      Ekosistem terumbu karang memiliki kemampuan yang baik dalam memperbaiki sendiri bila terjadi kerusakan dan memperbaharui bagian yang rusak, bila karakteristik habitat dari berbagai macam formasi terumbu karang dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya terpelihara dengan baik. Namun bagaimanapun juga, tekanan terhadap keberadaan terumbu karang banyak diakibatkan oleh kegiatan manusia, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah prefentif. Hal tersebut merupakan hasil dari kegiatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang baik dengan cara mengidentifikasi tingkat kerawanan dari terumbu karang. Beberapa langkah pengelolaan terumbu karang dapat dilakukan seperti yang ada di bawah ini :

1.  Jangan melakukan pengerukan atau aktifitas lainnya yang menyebabkan teraduknya sedimen sehingga membuat air menjadi keruh. Jika hal ini tidak memungkinkan, maka upaya-upaya untuk menahan sedimen perlu dilakukan (misalnya penyaringan sedimen) dan melakukan program monitoring sebagai tindak lanjut dari peraturan kegiatan penambangan untuk mendapatkan standar kualitas air yang dapat diterima.

2.  Hindarkan pencemaran dan peningkatan nutrien ke dalam ekosistem terumbu karang. Penempatan lokasi industri yang jauh dari zona terumbu karang  dapat meminimalkan resiko terjadinya pencemaran. Demikian pula pembuangan limbah cair di tengah laut tidak diizinkan karena dapat mempengaruhi areal terumbu karang. Pengecualian apabila industri yang dimaksud melakukan pengelolaan limbah, kolam pengendapan dan pendinginan untuk kemudian dibuang di tengah laut dan saluran pembuangan.

3.      Hindari perubahan suhu air di luar ambang batas. Untuk menjaga kisaran suhu yang dapat ditolerir, air buangan dengan suhu tinggi tidak boleh masuk ke areal terumbu karang. Penurunan salinitas terhadap terumbu karang. Penurunan salinitas terhadap terumbu karang diperburuk oleh limpahan air tawar pada waktu tertentu lebih tinggi dari air laut. Penampungan air limbah pada kolam-kolam pendingin hingga suhu mencapai ambang yang ditentukan merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan ini.

4.  Melakukan pemantauan ekosistem terumbu karang untuk mengetahui perkembangan kondisi terumbu karang tersebut.

     Ekosistem Hutan Mangrove
a.      Permasalahan
         Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal dalam kondisi dimana terjadi penggenangan dan sirkulasi air yang menyebabkan pertukaran dan pergantian sedimen secara terus menerus. Sirkulasi yang tetap (terus menerus) meningkatkan pasokan oksigen dan nutrien, untuk keperluan respirasi dan produksi yang dilakukan oleh tumbuhan. Perairan dengan salinitas yang rendah akan menghilangkan garam-garam dan bahan-bahan alkalin, mengingat air yang mengandung garam dapat menetralisir keasaman tanah. Mangrove dapat tumbuh pada berbagai macam substarat (tanah berpasir, tanah lumpur, tanah lempung, tanah berbatu, dan sebagainya). Mangrove tumbuh pada berbagai jenis substrat yang bergantung pada proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan mangrove.


      Secara umum hutan mangrove dan ekosistem mangrove cukup tahan terhadap berbagai gangguan dan tekanan lingkungan. Namun demikian, mangrove tersebut sangat peka terhadap pengendapan atau sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta tumpahan minyak. Keadaan ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi, dan menyebabkan kematian mangrove. Perubahan faktor-faktor tersebut yang mengontrol pola salinitas substrat dapat menyebabkan perubahan komposisi spesies; salinitas yang lebih dari 90 ppt dapat mengakibatkan kematian biota dalam jumlah yang besar. Perubahan salinitas dapat diakibatkan oleh perubahan siklus hidrologi, aliran air tawar dan pencucian terus menerus seperti kegiatan pengerukan, bendungan dan penyekatan.
Permasalahan utama tentang pengaruh atau tekanan terhadap habitat mengrove bersumber dari keinginan manusia untuk mengkonversi areal hutan mangrove menjadi areal pengembangan perumahan, kegiatan-kegiatan komersil, industri dan pertanian.

b.      Pedoman Pengelolaan
       Pada kondisi khas di zona pasang surut di daerah tropis, magrove mempunyai kemampuan untuk tumbuh dengan cepat, membentuk struktur hutan yang kompleks dan memiliki produktivitas yang tinggi. Namun ekosistem ini sangat sensitif terhadap faktor-faktor seperti sirkulasi air, salinitas dan aspek fisika-kimia dari substrat hidupnya. Konservasi ekosistem dan sumberdaya di dalamnya dapat dicapai dengan mencegah terjadinya perubahan-perubahan nyata dari faktor-faktor tersebut di atas. Penting untuk diperhatikan bahwa banyak hal yang dapat merubah faktor-faktor tersebut, berasal dari luar ekosistem mangrove. Karenanya, konservasi dan pemanfaatan mangrove tergantung sepenuhnya dengan perencanaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan ekosistem mangrove. Usulan pengembangan dan kegiatan insidentasi yang mempengaruhi ekosistem mangrove hendaknya mencerminkan perencanaan dan pengelolaan sebagai berikut :
1.    Peliharalah dasar dan karakter substrat hutan dan saluran-saluran air. Sebab substrat memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hutan mangrove. Proses-proses seperti sedimantasi berlebihan, erosi, pengendapan sampai perubahan sifat-sifat kimiawi (seperti kesuburan) harus dapat dihindari.

2. Jaga kelangsungan pola-pola alamiah; skema aktifitas siklus pasang surut serta limpahan air tawar. Untuk struktur pesisir dan pola pengembangan yang berpotensi untuk mengubah pola-pola alami tersebut, harus didesain untuk menjamin bahwa pola tersebut tetap terpelihara.

3.    Peliharalah pola-pola temporal dan spasial alami dari salinitas air permukaan dan air tanah. Pengurangan air tawar akibat perubahan aliran, pengambilan atau pemompaan air tanah seharusnya tidak dilakukan apabila menganggu keseimbangan salinitas di lingkungan pesisir. Salinitas juga mempengaruhi komponen-komponen lainnya dalam wilayah pesisir termasuk manusia.

4.    Peliharalah keseimbangan alamiah antara pertambahan tanah, erosi dan sedimentasi. Kegiatan di wilayah pesisir termasuk konstruksi sangat potesial untuk mengubah keseimbangan antara pertumbuhan dan erosi. Kegiatan seperti itu harus dievaluasi terutama potensi dampaknya terhadap hutan mangrove sebelum diimplementasikan.

5. Tetapkan batas maksimum untuk seluruh hasil penen yang dapat diproduksi. Kecenderungan saat ini adalah memaksimalkan hasil panen untuk mencapai keuntungan jangka pendek tanpa memperhitungkan keuntungan jangka panjang. Plotkan rencana kerja berdasarkan perencanaan yang mantap untuk menjamin keberlanjutan (kesinambungan) ekosistem.

6.      Pada daerah-daerah yang meungkin terkena dampak dari tumpahan minyak dan bahan beracun lainnya, harus memiliki rencana-rencana penanggulangan.

7. Hindarkan semua kegiatan yang mengakibatkan pengurangan (impound) areal mangrove. Penghentian sirkulasi air permukaan mengakibatkan kematian hutan mangrove.
    Ekosistem Padang Lamun
a.      Permasalahan
      Syarat dasar habitat padang lamun adalah perairan yang dangkal, memiliki substarat yang lunak dan perairan yang cerah. Syarat lainnya adalah adanya sirkulasi air yang membawa bahan nutrien dan substrat serta membawa pergi dan sisa-sisa metabolisme. Di beberapa daerah, padang lamun dapat tumbuh, namun tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak terlindung pada saat air surut. Karena membutuhkan intensitas cahaya yang cukup tinggi, padang lamun tidak dapat tumbuh di kedalaman lebih dari 20 m, kecuali perairan tersebut sangat jernih dan transparan.


     Permasalahan utama yang mempengaruhi padang lamun di seluruh dunia adalah kerusakan padang lamun akibat kegiatan pengerukan dan penimbunan yang terus meluas dan pencemaran air termasuk pembuangan limbah garam dari kegiatan desalinasi dan fasilitas-fasilitas produksi minyak, pemasukan pencemaran di sekitar fasilitas industri, dan limbah air panas dari pembangkit tenaga listrik. Kehilangan padang lamun ini hanya dicatat oleh nelayan setetmpat, karena tidak seperti mangrove dan terumbu karang komunitas padang lamun tidak nampak nyata.
   Berbagai jenis spesies padang lamun mengalami kerusakan akibat kegiatan reklamasi/penimbunan pantai baik untuk keperluan industri maupun pembangunan pelabuhan. Kegiatan reklamasi untuk keperluan perluasan industri dan pelabuhan telah mengurangi luas areal padang lamun. Hal ini seperti yang terjadi di Teluk Banten dimana telah mengurangi areal padang lamun seluas 25 ha. Hilangnya sebagian padang lamun ini akan mempengaruhi biota yang hidup dan mencari makan di ekosistem tersebut.
b.      Pedoman Pengelolaan
       Padang lamun dan hewan yang berasosiasi dengannya memiliki kemampuan alamiah untuk bertahan hidup dan hidup pada kondisi normal, atau sesuai dengan kondisi ingkungannya yang khas. Pedoman pengelolaan merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi tersebut. Oleh karena, tindakan-tindakan yang dilakukan di wilayah pesisir harus mempertimbangkan dan memasukkan pedoman-pedoman sebagai berikut :

1.   Pengerukan dan penimbunan harusnya dihindari pada lokasi yang didominasi oleh padang lamun. Apabila kegiatan seperti ini dilaksanakan pada areal yang berdekatan dengan lokasi padang lamun, sebaiknya dijaga agar tidak terjadi pengaliran endapan ke dalam lokasi padang lamun. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti memasang penghalang lumpur dan dengan strategi pengerukan yang menjamin adanya mekanisme yang membuat sirkulasi air dan arus pasang surut dapat membawa endapan untuk menjauhi daerah padang lamun.

2.  Usulan pembangunan di wilayah pesisir (seperti pelabuhan, dermaga/jetty) yang mengubah pola sirkulasi air seharusnya didesain untuk menghindari atau meminimalkan setiap erosi atau penumpukkan di setiap erosi atau penumpukkan di sekitar daerah padang lamun. Struktur desain yang nyata seharusnya didasarkan pada keadaan lokal yang spesifik.

3.   Prosedur pembuangan limbah cair seharusnya diperbaharui dan dimodifikasi sesuai kebutuhan untuk mencegah limbah yang merusak masuk ke dalam daerah padang rumput. Limbah tersebut seperti limbah industri, limbah air panas, limbah garam, air buangan dari kapal, dan limpasan air. Pada umumnya solusi alternatif tersebut diantaranya termasuk pemilihan lokasi pipa pembuangan.

4.  Penangkapan ikan dengan trawl dan kegiatan penangkapan lainnya yang merusak seharusnya dimodifikasi untuk meminimalkan pengaruh buruk terhadap padang lamun selama operasi penangkapan.

5.  Skema-skema pengalihan air yang dapat merubah tingkat salinitas alamiah harus dipertimbangkan akibatnya terhadap komunitas padang lamun dan biota-biota yang berasosiasi dengannya. Pengaturan yang tepat terhadap jadwal pelepasan air dapat menjaga tingkat salinitas dalam kisaran yang diinginkan.

6.   Lakukan tindakan untuk mencegah tumpahan minyak mencemari komunitas padang lamun. Hal ini dapat dicapai dengan melakukan pengukuran, program monitoring dan rencana untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya tumpahan minyak.

7.      Inventarisasi, identifikasi dan pemetaan sumberdaya padang lamun, sebelum berbagai jenis proyek dan aktifitas dilakukan di lokasi tersebut.

8.     Rekonstruksi padang lamun di perairan dekat tempat yang sebelumnya ada di padang lamun, atau membangun padang lamun baru dilokasi yang tidak ada lamunnya untuk mengganti lamun alami di suatu tempat.

Ekosistem Estuaria
a. Permasalahan
           Tingginya tingkat pemanfaatan di daerah estuaria menimbulkan berbagai dampak lingkungan seperti hilangnya sumberdaya estuaria. Pengembangan sumberdaya estuaria yang dilakukan secara tidak terencana telah mengakibatkan berbagai dampak baik yang berlangsung dalam waktu yang singkat maupun dalam jangka lama, seperti kerugian ekonomi (Opportinity Cost).
Salah satu penyebab utama terjadinya degradasi ekosistem estuaria adalah akibat penggunaannya sebagai daerah pembuangan limbah secara terus menerus. Disamping terjadinya kematian ikan secara tiba-tiba dan berbagai efek dramatis lainnya, pencemaran juga menyebabkan degradasi yang terus menerus  yang kemudian diikuti oleh hilangnya ikan dan kerang-kerangan atau menurunnya daya dukung dari ekosistem (carrying capacity). Sebagai bahan pencemar tersebut adalah bahan-bahan kimia dan organik. Zat-zat ini menyebabkan lingkungan menjadi tidak bersahabat, sehingga ikan-ikan berpindah dan menghambat reproduksi kerang-kerangan atau dengan kata lain memutuskan mata rantai makanan.

            Meningkatnya penggunaan perairan sebagai sarana pengangkutan minyak, bahan-bahan kimia dan berbagai bahan beracun lainnya, baik melalui kapal, bargas jaringan pipa penyaluran, ataupun kereta api menimbulkan ancaman terhadap ekosistem ini. Fenomena ini sangat jelas terlihat pada estuaria dan laguna yang mempunyai arus lemah/lambat.
Masalah utama lainnya yang dapat meningkatkan ancaman terhadap kelestarian ekosistem ini adalah berkurangnya dan atau terjadinya pembelokkan aliran sungai di hulu. Ketika terjadi perubahan beberapa daerah aliran sunga (DAS) perairan pesisir, pola arus ikut bertambah pula, akibatnya estuaria akan terbebani air tawar. Hal ini tidak saja mengganggu ekosistem, tetapi juga meningkatkan tingkat bahaya banjir. Daerah estuaria yang paling tertutup (terutama laguna) memerlukan perlindungan yang maksimal, berupa adanya daerah penyangga di bagian hulu; pengendalian aliran limbah dan saluran drainase; penanggulangan longsor, dan biosida dari daratan; pembatasan lokasi industri dan lain sebagainya.
        Selain itu, kebanyakan organisme estuaria merupakan organisme yang rentan. Hal ini disebabkan organisme estuaria banyak yang hidup di dekat batas-batas toleransinya. Sehingga apabila terjadi perubahan faktor-faktor lingkungan di perairan estuaria seperti suhu, salinitas dan oksigen akan sangat mengganggu organisme tersebut.
            Di beberapa daerah kondisi estuaria sudah sangat mengkhawatirkan, terutama pada daerah-daerah industri, perkotaan atau padat penduduk hal ini berarti telah mengancam  keberlanjutan ekosistem estuaria dalam menopang kehidupan manusia dan pembangunan. Beberapa kerusakan ekosistem estuaria tersebut adalah terjadinya sedimentasi yang berlebihan, perubahan pola aliran dan regim salinitas, pencemaran ataupun over ekploitasi sumberdaya alam.

b. Pedoman Pengelolaan
       Ekosistem estuaria memiliki kemampuan pemeliharaan dan pemulihan secara alami yang luar biasa (misalnya setelah mengalami gangguan), bila karakter dasar habitat yang menyokong formasi ekosistem tersebut terpelihara. Namun demikian, ekosistem estuaria dihadapkan pada kondisi yang cukup riskan oleh faktor-faktor yang secara permanen mempengaruhinya seperti salinitas, suhu dan siklus nutrien.konservasi terhadap ekosistem tersebut dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat dicapai dengan mencegah terjadinya perubahan-perubahan yang mencolok pada faktor-faktor yang telah disebutkan. Hal yang terpenting untuk diketahui adalah adanya kekuatan lain di luar ekosistem estuaria yang dapat mempengaruhi faktor-faktor tersebut seperti kegiatan-kegiatan pertanian di lahan atas dan perubahan aliran sungai (DAS). Karena itu, konservasi terhadap ekosistem estuaria dan pemanfaatannya sangat tergantung pada perencanaan dan pengeloaan secara terpadu yang mencakup daerah hulu. Berdasarkan pemikiran di atas, pedoman berikut dapat dijadikan syarat minimal dalam pemeliharaan dan kelangsungan laguna dan ekosistem estuaria dan pemanfaatan tingkat tinggi adalah :
1. Penerapan teknologi secara maksimal dari pengolahan limbah baik untuk limbah industri maupun limbah industri yang dibuang ke dalam laguna dan perairan estuaria. Bentuk geografis dari laguna dan estuaria menyebabkan sirkulasi air yang terbatas sehingga mudah tercemari oleh limbah industri. Melalui penerapan teknologi, hampir semua jenis limbah domestik maupun industri dapat diolah secara efektif. Oleh karena itu, tidak dibenarkan adanya kendala teknik yang membolehkan ketiadaan pengolah limbah tersebut. Alternatif pemecahann lainnya, yaitu limbah sesekali dipompa ke perairan lepas pantai dan disebarkan secara aman ke perairan samudera yang lebih dalam. Kedua cara tersebut sangat mahal dan karenanya membutuhkan pengorbanan yang cukup besar, tetapi hampir pada semua kasus, biaya yang dibutuhkan dapat dibenarkan dalam perhitungan jangka panjang.
2. Fasilitas industri yang berpotensi tinggi mengganggu ekosistem estuaria dan laguna, mestinya dijauhkan dari daerah tersebut. Industri-industri dengan keluaran limbah cukup tinggi seperti pembangkit linstrik (power plant) yang membutuhkan air sangat banyak dari estuaria, industri kimia yang mempunyai limbah toksik berbahaya dan pangkalan minyak seharusnya tidak berlokasi di estuaria yang lebih sempit dan memiliki sirkulasi air yang kurang baik. Bila tidak ada alternatif lain dan jika tetap didirikan di daerah estuaria, industri-industri tersebut akan membutuhkan fasilitas pengolahan limbah yang ekstensif.
 3. Dibutuhkan pemeriksaan terhadap limpasan air akibat hujan lebat dan sumber-simber polusi lainnya. Hujan lebat terkadang lebih bersifat polutan daripada limbah selama 25 mm pertama setiap hujan turun. Sumber-sumber polusi tersebar yang mempengaruhi laguna dan estuaria adalah septik tank, tempat pembuangan sampah rumah  tangga, dan tempat pembuangan sampah dan minyak dari kapal. Sumber-sumber tersebut mungkin menyebabkan eutrofikasi yang serius dimana polutan terkonsentrasi di badan perairan estuaria yang sifatnya tertutup pengendapan, pengolahan atau pemompaan ke perairan lepas merupakan alternatif pemecahan yang mungkin dilakukan.
4. Menghindari terhambatnya sirkulasi air. Bangunan yang didirikan di laguna dan estuaria seperti dermaga, dok, konstruksi jembatan harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu aliran air. Sedangkan pemecahannya adalah menghindarkan lokasi bangunan pada titik kritis di daerah estuaria dimana aliran arus yang terpenting dapat dipengaruhi, atau bila bangunan tetap didirikan di lokasi estuaria, bangunan tersebut harus diangkat pada pilar atau tidak dibangun pada tempat yang dipadatkan.
5. Berhati-hati dalam penggalian atau pembuangan hasil pengerukan. Seleksi lokasi untuk pembuangan atau penyimpanan hasil kerukan untuk menghindari efek negarif di daerah habitat penting seperti padang lamun, terumbu karang, habitat bivalva dan habitat dasar yang produktif. Waktu dan penggalian harus dikontrol untuk mengurangi tersebarnya bahan galian ke dalam daerah produktif.


Sumber : Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu, Rokhmin Dahuri dkk, Pradnya Paramita, Jakarta 1996

Jumat, 22 Januari 2016

Bair Island; Paradise in Moluccas, Indonesia

Kota Tual mungkin terdengar asing ditelinga beberapa orang Indonesia karena lokasinya yang terpencil di Maluku dan bersebelahan dengan Kabupaten Maluku Tenggara yang terkenal dengan Pasir putih halusnya yaitu pantai Pasir Panjang atau Ngurbloat. Tapi siapa sangka Kota Tual menyimpan pulau tersembunyi yang belum di explore oleh wisatawan. Salah satunya adalah Pulau Bair
.
Pulau Bair memiliki keunikan dan daya tarik yang berbeda dengan pulau pulau kecil disekitarnya, yaitu memiliki 2 teluk dengan air laut jernih dan tenang, vegetasi mangrove dan tebing batu. Sekilas Pulau Bair mirip dengan Raja Ampat Papua tapi dalam skala kecil. Pulau Bair juga sebagai tempat hidup anak ikan Hiu jenis Blackpit.Untuk menuju Pulau Bair cukup mudah. Dimulai dengan perjalanan darat dari pusat Kota Tual menuju Desa Dullah Darat dengan jarak tempuh kurang lebih 30 menit dengan menggunakan kendaraan roda 2 atau 4. Kita juga bisa menggunakan angkutan umum menuju Desa Dullah dari terminal angkutan umum yang ada di pelabuhan kapal Kota Tual. Setelah sampai di pelabuhan/dermaga Dullah Darat kita lanjutkan dengan perjalanan laut, menggunakan perahu speed yang harus kita sewa karena lokasi Pulau Bair terletak diujung dari deretan pulau - pulau yang ada di Desa Dullah Laut. Waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan.Dalam Perjalanan ke Pulau Bair kita akan melewati beberapa pulau kecil, salah satunya adalah Pulau Adrenan. Pulau Adrenan adalah pulau kecil seluas 500 m2 dengan daya tarik pasir pantai yang halus dan garis pasir pantai yang bergeser ke timur oleh karena perubahan musim timur dan barat, begitu juga sebaliknya. 

Pulau Adrenan cocok untuk yang senang bermain air di pantai dan berfoto-fot selfie.Setelah melewati beberapa pulau yang ada di Desa Dullah Laut kita akan sampai di Pulau Bair dan akan langsung disuguhi oleh tebing tebing batu yang mengelilingi Pulau Bair dan juga klo beruntung kita akan dapat melihat anak ikan hiu blackpit. setelah sampai di teluk pulau bair kita akan disuguhi kiri kanan tebing batu yang tinggi dan beberapa tebing batu yang ada di tengah teluk. Bila kondisi laut surut atau meti kita akan menemukan beberapa pantai yang bisa disinggahi karena tidak tertutup oleh air laut.

Tips bagi teman teman yang ingin berkunjung kesana, bawa sunblock dan makanan minuman secukupnya serta jangan lupa membawa pulang sampah makanan atau minuman untuk tetap menjaga kelestarian alam. Waktu terbaik untuk mengunjungi Pulau Bair adalah pada musim Timur atau pada Pergantian musim Timur ke barat atau pergantian musim dari Barat ke Timur, bulan maret - bulan agustus. Karena lautnya tenang dan ombaknya kecil(.kotawisatano1.blogspot.com)

Perjalanan menuju pulau bair sangatlah mudah, misalnya untuk yang berada di luar pulau kei (Kota Tual dan Kab. Maluku Tenggara) bisa menggunkana transportasi laut (kapal laut) dan juga transportasi udara (pesawat). Di pulau kei sudah ada bandara penerbangan sipil milik pemerintah kab. Malra yang dioperasikan sejak tahun 2014 dan juga pelabuhan Yosudarso yang terletak di Kota Tual untuk wisatawan yang ingin melakukan perjalanan melalui jalur laut

Biaya perjalanan untuk datang ke pulau kei memang biayanya agak mahal, apalagi menggunakan pesawat, tetapi anda jangan hawatir sekali datang ke sini anda sudah bisa menikmati semua tempat wisata di sini selain pulau bair. Tempat wisata lainnya seperti Pasir Panjang yang terkenal dengan pasirnya yang halus seperti terigu, Ohoiew Island Resort yang terkenal dengan pasirnya yang menjulur ke laut seperti lidah dengan jarak sekitar 1 km, dan tempat-tempat wisata linnya yang tak kalah indah.Setelah sampai di bandara Lannggur yang terletak di desa Ibra, anda bisa naik angkot, ojek atau mobil rental untuk mencari penginapan di langgur atau kota tual, dengan biaya transportasi darat yang murah, (angkot : Rp. 5000, ojek : 15.000, mobil rental : Rp. 150.000). Bagi yang menggunkan kapal laut, anda bisa langsung keluar berjalan kaki mencari penginapan di sekitar pelabuhan atau di dalam kota Tual dengan menggunkana ojek (biaya : Rp. 5000)

Untuk menuju ke pulau bair anda bisa naik angkot di terminal mobil wara menuju ke desa dullah (biaya : Rp. 5000). Setelah sampai di desa dullah silahkan memesan tiket transportasi laut berupa spit boat dengan biaya perjalanan Rp. 50.000. Perjalanan menuju ke pulau bair menggunakan waktu sekitar satu jam. Memang agak lama sih tapi jangan khawatir karena selama perjalanan anda akan melewati pulau-pulau kecil lainnya yang sangat indah. (kaiislands.blogspot.co.id)





EKSOTISME BANDA


Kalau bicara soal Indonesia bagian timur, banyak orang pasti akan langsung menyebutkan Flores, Labuan Bajo, Komodo, Ora, ataupun Raja Ampat. Enggak banyak yang tahu Banda Neira. Padahal keindahannya boleh sandingkan dengan tempat-tempat yang sudah disebutkan sebelumnya.
Banda Neira bukan sekedar perkampungan biasa yang terletak di Pulau Banda, Maluku. Banyak banget hal yang bisa kamu lakukan disini. Mulai dari wisata budaya sampai wisata alam semuanya ada.
Kamu bisa lakukan wisata sejarah sekaligus budaya dengan bertandang ke Benteng Belgica, Benteng Nassau, Istana Mini, dan bangunan-bangunan kolonial yang biasanya ada di ruas jalan yang sama. Karena pernah jadi basis pertahanan tentara VOC, kamu akan banyak temui gaya bangunan khas Belanda disini. Ancient place gitu deh (bintang.com)
Benteng ini awalnya adalah benteng milik Portugis yang didirikan sekitar tahun 1611. Namun setelah Portugis keluar dari Banda, Belanda mengambil benteng ini untuk menjadi tempat VOC dalam mempertahankan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Di sini, pengunjung bisa melihat rumah Bung Hatta selama dalam pengasingan di Banda Neira tahun 1937. Masuklah ke dalam untuk melihat kamar tidur Bung Hatta serta barang-barang peninggalan dan meja-kursi tempat Bung Hatta mengajar. Meski terlihat berdebu, meja, kursi dan papan tulis peninggalan Hatta masih terlihat di kamar belakang.
VOC membangun kota Banda Neira dengan mendirikan bangunan istana bernama Istana Mini Neira. Istana tersebut berfungsi sebagai tempat tinggal Gubernur VOC. VOC lebih dahulu membagun istana ini setahun sebelum pembangunan Istana Merdeka di Batavia atau Jakarta.

"Rumah Budaya Banda Neira"

Letak Rumah Budaya Banda Neira tepat di depan Delfika Guest House. Di Rumah Budaya ini terdapat berbagai catatan sejarah. Barang-barang peninggalan VOC berupa berbagai jenis meriam, keramik Tiongkok, mata uang, serta beberapa lukisan mengenai situasi pada zaman tersebut.
Yang mencolok adalah di ruang utama museum tergantung sebuah lukisan raksasa yang menceritakan pembantaian orang-orang terpandang di Banda tahun 1621. Mereka biasa disebut dengan orang kaya, dan pada masa itu mereka ditawan oleh VOC lalu dibawa ke Benteng Nassau. Di depan anak istri serta keluarganya, semua orang kaya di Banda tersebut dibunuh secara kejam oleh para samurai dari Jepang yang disewa VOC.
Dalam buku "Sejarah Banda Naira" yang ditulis Des Alwi ditulis penuturan saksi mata, Letnan Laut Nicols van Waert mengenai peristiwa yang terjadi pada 8 Mei 1621 itu
"Keempat puluh tawanan digiring ke dalam benteng (Fort Nassau) yaitu kedelapan orang kaya yang paling berpengaruh, mereka dituduh sebagai pemicu kerusuhan, yang lainnya digiring bersama-sama bagaikan sekawanan domba. Sebuah kurungan bambu berbentuk bulat dibangun di luar benteng, dan sambil terikat erat dengan tali dan dijaga ketat oleh para penjaga para tawanan itu dipaksa masuk(kompas.com)

"Port Nassau (Benteng Air)"

Sekitar tahun 1603, masuklah Bangsa Belanda dan membuat pertahanan dengan membangun "Port Nassau" atau benteng air sekitar tahun 1607 di atas pondasi bekas benteng yang dibangun Portugis.Pembangunan benteng air ini melibatkan 700 prajurit Belanda dan dipimpin Admiral Verhoef dibawah pemerintahan gubernur jenderal VOC yang opertama, Pieter Both.
"Boleh dibilang organisasi dagang Belanda atau VOC pertama kali juga dibentuk di Pulau Banda," katanya.
Dikatakan Port Nassau atau benteng air karena posisi bangunannya dikelilingi parit atau kanal-kanal air saat itu, meski kondisi sekarang sudah mengering.
Kepala Kecamatan Banda Naira, Kadir Sarilan menjelaskan, saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang melakukan pemugaran tahap pertama terhadap benteng air tersebut dengan menggunakan APBN senilai Rp1,316 miliar.
Dari Port Nassau, Kolonial Belanda di bawah perintah Gubernur Jenderal Pieter Both dan dilanjutkan dengan gubernur jenderal lainnya mulai mendirikan bangunan-bangunan antik lain bergaya Eropa antara lain istana mini dengan tiang pilar yang tinggi dan banyak, benteng Belgica yang berbentuk prisma, gereja, gedung pertemuan untuk kegiatan minum teh dan tempat santai para pejabat organisasi dagang Belanda VOC, baik sipil maupun militer. (suara.com)

"Benteng Belgica"

Benteng ini berbentuk segi lima. Di setiap sudutnya terdapat menara pengawas dengan jendela pengintai. Beberapa meriam pun mengarah ke laut untuk menghancurkan musuh-mush yang mendekat.
Benteng Belgica mampu menampung hingga 50 serdadu. Dari atas benteng, pemandangan Pulau Banda dan Pulau Gunung Api yang terletak di depannya, terlihat jelas. keunikan tersendiri dari benteng ini yaitu arsiteknya yang berbentuk gedung Penthagon di Amerika Serikat. Pemandangan matahari terbenam pun terlihat sangat cantik dari tempat ini. Terletak hanya 15 menit berjalan kaki dari pelabuhan Banda Naira, tempat ini wajib Anda datangi (travel.detik.com)
Karena posisinya yang strategis, sehingga dari sini pengunjung bisa melihat ke segala penjuru pulau. Kala itu keberadaan Benteng Belgica memudahkan VOC mengawasi kapal-kapal yang keluar masuk Banda.
namun apabila dilihat dari semua penjuru niscaya hanya akan terlihat 4 buah sisi. Konstruksi benteng terdiri atas dua lapis bangunan dan untuk memasukinya, pengunjung atau wisatawan harus menaiki anak tangga. Di bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka, pengunjung bisa melihat dua buah sumur rahasia yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.
Tahun 1622 oleh JP Coen benteng ini diperbesar. Tahun 1667 diperbesar lagi oleh Cornelis Speelman. Berikutnya Gubernur Jenderal Craft van Limburg Stirum memerintahkan agar benteng ini dipugar dan menjadi markas militer Belanda hingga tahun 1860 (kompas.com).
"Rumah Prngasingan Bung Hatta"
Selain itu pengunjung juga akan menemukan berbagai koleksi peninggalan Bung Hatta seperti kaca mata tua, kemeja sederhana, dan surat-surat dari sang Bunda. Di dinding bangunan terpajang foto-foto Bung Hatta dan tokoh-tokoh nasional lainnya yang sudah mulai kusam (kompas.com)

"Istana Mini"

Istana Mini Neira menjadi satu-satunya bangunan besar dan indah saat itu di kawasan ini. Di depannya terhampar pantai biru yang jernih dan Pulau Banda Besar. Di sekitar Istana Mini dibangun rumah-rumah berukuran besar sebagai tempat tinggal dari petinggi orang Eropa yang datang ke Banda. Berjalan kaki atau bersepeda di Banda Neira ibarat menelusuri jalan-jalan di Eropa karena banyaknya bangunan beraksitektur Eropa (kompas.com).

"wisata bawah laut banda"

Banda adalah pulau yang sangat sempurna dan cocok untuk dijadikan arena menyelam, snorkeling atau bahkan jalan-jalan. Terletak kurang lebih 132 kilometer tenggara Ambon, ini adalah gugusan pulau terkecil yang sangat indah di ujung timur Indonesia. Dengan karang yang berwarna-warni akan menghipnotis Anda untuk tetap menikmati keindahan eksotis tersembunyi di balik air yang jernih.
Pulau ini adalah pulau yang sempurna untuk kegiatan menyelam, baik bagi para pemula maupun profesional sekalipun. Ke mana pun Anda pergi, Anda akan selalu menemukan keindahan, sejarah yang luar biasa, penduduk yang ramah, dan beberapa terumbu karang dunia yang beragam secara biologis.
Banda adalah surga bagi para penyelam yang datang dari seluruh dunia untuk menjelajahi beberapa tempat menyelam yang paling terpencil dan belum terjamah di dunia. Tunggu apalagi, segera berkemas dan jelajahi Pulau Banda Maluku.