Oleh : Faisal Marasabessy
Ternate
memiliki nama besar. Dikenal di dunia,
terkenal berabad-abad sebelumnya dan kini. Menguasai sebagian besar wilayah
timur Nusantara, mempengaruhi penyebaran Islam, turut serta berperang mengusir
kolonial, tetap setia dan menyerahkan kedaulatan kesultanan untuk bergabung
dengan Indonesia. Ternate dan tiga kesultanan saudaranya (Tidore, Bacan dan
Jailolo) istimewa.
Meskipun
tidak seistimewa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam posisinya di Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Kesultanan Ternate merupakan contoh istimewa karena
terus menerus menjaga eksistensinya sebagai kesultanan berdaulat. Pemerintahan
Kesultanan Ternate berdiri diatas landasan moral. Negerinya dijaga dengan
kekuatan ritual serta masyarakatnya diatur dengan falsafah hidup adat seatorang.
Kolano, manifestasi energi kekuasaan,
mengatur sistem pemerintahan dengan dukungan mutlak rakyatnya. Kolano pemimpin universal spritual, sekaligus
sebagai sultan, khalifatullah dan kuasa pemerintahan riil bersama legitimasi
mutlak, diabadikan dengan mahkota untuk dikenakan satu kali seumur hidup, tanda
Kolano telah hadir, berdiri di tengah
rakyatnya. Sangat istimewa.
Seiring
fluktuasi politik kekuasaan pascahengkangnya penjajah, berimplikasi besar
terhadap eksistensi kerajaan-kerajaan di Nusantara. Meskipun Republik Indonesia
terbangun dan dibangun dari jati diri kesultanan/kerajaan di Nusantara. Negara
seperti mengabaikan begitu saja, abaikan pemilik hak ulayat, penjaga jati diri
bangsa. Negara seperti tidak mengenal pemilik rakyat dan tanah sebelum 1945. Negara
kita tutup mata begitu saja.
Hingga
kemudian, eksistensi kerajaan terhempas oleh terpaan demokratisasi. Kesultanan
Ternate tanpa pengakuan negara. Juga kesultanan dan kerajaan lainnya, tanpa
pengakuan konstitusional. Hanya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat mendapat
keistimewaan konstitusional dari Indonesia. Adilkah negara kita?
Ada
diskriminasi, ketidakbijaksananya konstitusi, dan landasan konstitusional yang
bertentangan dengan Pancasila, sila kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
serta sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Seakan-akan
kerajaan-kerajaan lain di seluruh Indonesia, termasuk Kesultanan Ternate tidak
memiliki konstribusi atas keberadaan Indonesia. Faktanya, sejarah dunia
mencatat, Sultan Hairun dan Sultan Baabullah, mampu dan sukses melawan penjajah,
mengusir Portugis dari bumi Maluku. Sultan dan rakyat memiliki pengorbanan
besar. Darah, keringat, air mata tertumpah kepada ibu pertiwi. Namun faktanya, usulan
Sultan Hairun dan Sultan Baabullah menjadi Pahlawan Nasional diabaikan begitu
saja oleh Pemerintah Republik Indonesia dari periode ke periode.
Fakta
lainnya, ketidakadilan cukup besar terpraktekkan. Pada 30 Agustus 2012 resmi
disahkan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarya. Pemerintahan
sebelumnya pernah mengusulkan agar Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta
dipilih secara demokratis. Tetapi Undang-undang mengabaikan. Sultan Yogyakarta Hamingkubuwono
otomatis gubernur, dan wakil gubernur adalah Pakubuwono. Selanjutnya, masih
dalam UU Keistimewaan DIY, kesultanan serta kadipaten sebagai badan hukum, mempunyai
hak milik atas tanah, meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang
terdapat di seluruh wilayah kabupaten kota dalam wilayah DIY. Yogyakarta
memperoleh dana keistimewaan dari APBN, dana ini diperuntukkan bagi
penyelenggaraan urusan keistimewaan.
Bagaimana
dengan kerajaan dan kesultanan lainnya di Indonesia? Mereka juga memiliki tanah
ulayat, rakyat, memiliki kearifan, kesalehan sosial, kecerdasan spritual turut
merawat eksistensi Indonesia. Tentu ratusan kerajaan dan kesultanan pasti mati
perlahan-lahan, termasuk Kesultanan Ternate. Dan jika ada kesultanan dapat
eksis (bertahan hidup) tanpa pengakuan konstitusional dari negara, tanpa kuasa
atas tanahnya sendiri, dan terjerembab dalam kubangan demokratisasi yang
semakin tidak produktif, maka itulah sejatinya Istimewa.
Kini
kerajaan dan kesultanan di Indonesia seperti berada di tengah samudra. Dahsyat Gelombang
modernitas, tanpa arah dan tujuan, tanpa kompas. Apakah
Kesultanan Ternate dengan kebesarannya dapat membawa kapal kerajaan dan
kesultanan ini menuju cita-cita luhur sebagaimana tujuan awal bergabung dengan
Indonesia. Jika itu terjadi, maka Kesultanan Ternate sangat Istimewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar