Selasa, 03 Maret 2020

TERNATE ISTIMEWA (Refleksi memperingati Legu Gam 2020)


Oleh : Faisal Marasabessy

Ternate memiliki nama besar.  Dikenal di dunia, terkenal berabad-abad sebelumnya dan kini. Menguasai sebagian besar wilayah timur Nusantara, mempengaruhi penyebaran Islam, turut serta berperang mengusir kolonial, tetap setia dan menyerahkan kedaulatan kesultanan untuk bergabung dengan Indonesia. Ternate dan tiga kesultanan saudaranya (Tidore, Bacan dan Jailolo) istimewa.

Meskipun tidak seistimewa Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dalam posisinya di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kesultanan Ternate merupakan contoh istimewa karena terus menerus menjaga eksistensinya sebagai kesultanan berdaulat. Pemerintahan Kesultanan Ternate berdiri diatas landasan moral. Negerinya dijaga dengan kekuatan ritual serta masyarakatnya diatur dengan falsafah hidup adat seatorang.        

Kolano, manifestasi energi kekuasaan, mengatur sistem pemerintahan dengan dukungan mutlak rakyatnya. Kolano pemimpin universal spritual, sekaligus sebagai sultan, khalifatullah dan kuasa pemerintahan riil bersama legitimasi mutlak, diabadikan dengan mahkota untuk dikenakan satu kali seumur hidup, tanda Kolano telah hadir, berdiri di tengah rakyatnya. Sangat istimewa.

Seiring fluktuasi politik kekuasaan pascahengkangnya penjajah, berimplikasi besar terhadap eksistensi kerajaan-kerajaan di Nusantara. Meskipun Republik Indonesia terbangun dan dibangun dari jati diri kesultanan/kerajaan di Nusantara. Negara seperti mengabaikan begitu saja, abaikan pemilik hak ulayat, penjaga jati diri bangsa. Negara seperti tidak mengenal pemilik rakyat dan tanah sebelum 1945. Negara kita tutup mata begitu saja.  

Hingga kemudian, eksistensi kerajaan terhempas oleh terpaan demokratisasi. Kesultanan Ternate tanpa pengakuan negara. Juga kesultanan dan kerajaan lainnya, tanpa pengakuan konstitusional. Hanya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat  dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat mendapat keistimewaan konstitusional dari Indonesia. Adilkah negara kita?



Ada diskriminasi, ketidakbijaksananya konstitusi, dan landasan konstitusional yang bertentangan dengan Pancasila, sila kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, serta sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Seakan-akan kerajaan-kerajaan lain di seluruh Indonesia, termasuk Kesultanan Ternate tidak memiliki konstribusi atas keberadaan Indonesia. Faktanya, sejarah dunia mencatat, Sultan Hairun dan Sultan Baabullah, mampu dan sukses melawan penjajah, mengusir Portugis dari bumi Maluku. Sultan dan rakyat memiliki pengorbanan besar. Darah, keringat, air mata tertumpah kepada ibu pertiwi. Namun faktanya, usulan Sultan Hairun dan Sultan Baabullah menjadi Pahlawan Nasional diabaikan begitu saja oleh Pemerintah Republik Indonesia dari periode ke periode. 

Fakta lainnya, ketidakadilan cukup besar terpraktekkan. Pada 30 Agustus 2012 resmi disahkan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarya. Pemerintahan sebelumnya pernah mengusulkan agar Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta dipilih secara demokratis. Tetapi Undang-undang mengabaikan. Sultan Yogyakarta Hamingkubuwono otomatis gubernur, dan wakil gubernur adalah Pakubuwono. Selanjutnya, masih dalam UU Keistimewaan DIY, kesultanan serta kadipaten sebagai badan hukum, mempunyai hak milik atas tanah, meliputi tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh wilayah kabupaten kota dalam wilayah DIY. Yogyakarta memperoleh dana keistimewaan dari APBN, dana ini diperuntukkan bagi penyelenggaraan urusan keistimewaan.

Bagaimana dengan kerajaan dan kesultanan lainnya di Indonesia? Mereka juga memiliki tanah ulayat, rakyat, memiliki kearifan, kesalehan sosial, kecerdasan spritual turut merawat eksistensi Indonesia. Tentu ratusan kerajaan dan kesultanan pasti mati perlahan-lahan, termasuk Kesultanan Ternate. Dan jika ada kesultanan dapat eksis (bertahan hidup) tanpa pengakuan konstitusional dari negara, tanpa kuasa atas tanahnya sendiri, dan terjerembab dalam kubangan demokratisasi yang semakin tidak produktif, maka itulah sejatinya Istimewa.

Kini kerajaan dan kesultanan di Indonesia seperti berada di tengah samudra. Dahsyat Gelombang modernitas, tanpa arah dan tujuan, tanpa kompas. Apakah Kesultanan Ternate dengan kebesarannya dapat membawa kapal kerajaan dan kesultanan ini menuju cita-cita luhur sebagaimana tujuan awal bergabung dengan Indonesia. Jika itu terjadi, maka Kesultanan Ternate sangat Istimewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar