Rabu, 16 Maret 2016

ANOMALI KEPEMIMPINAN

Kita seakan sengaja dikaburkan tentang konsep kepemimpinan agar mudah dipolitisir sesuai kehendak pihak yang ambisius. Kita sejak masih sekolah dasar hingga masuk bangku kuliah rasanya tak pernah diajarkan konsep kepemimpinan secara utuh, baik dalam hubungannya yang vertikal (manusia kepada Tuhan) ataupun yang horizontal (manusia kepada manusia).
Jika kedua hal itu disalahpahami karena disalah ajarkan maka beginilah nasib rakyat yang terombang-ambing ditelan badai argumen para politisi yang asik berselancar di atas ombak kebodohannya.
Jika kepemimpinan di negeri ini menyangkut kepemimpinan vertikal maka saya yakin tidak semua presiden sebelumnya layak menjadi pemimpin, tapi jika hanya kepemimpinan horizontal maka silahkan tanyakan kepada sejarah seberapa besar kemajuan telah mereka capai di tiap periode kepemimpinannya?!
Sekarang rasanya menjadi janggal ketika para manusia bersorban di negeri ini menyatakan bahwa dilarang memilih pemimpin (gubernur) non muslim di saat sejarah telah mencatat bahwa gubernur Jakarta yang ke 7 adalah seorang katholik dan saat itu tak ada suara sumbang untuk menolak kepemimpinan sang umat katholik tsb atas dasar perbedaan keyakinan. Dan ini kemunafikan terbesar dalam sejarah perpolitikan di Indonesia.
Bahkan mereka seperti merasa hampir punah disaat anomali kepemimpinan di Indonesia mendapatkan moment terbaiknya. Setelah era orde lama negara ini sekian lama dipimpin oleh empat orang pria dan seorang wanita yang semuanya berperawakan gemuk, namun kini setelah hadir pria kurus nan ceking itu mereka malah mencaci maki setiap senti langkah keputusannya.
Mereka yang terbiasa hidup dalam cumbu rayu para pemimpin dengan retorika yang meninabobokan mereka di atas pusara kejujuran kini seolah hampir mati dengan bahasa yang lugas, tegas, dan berasa terlampau pedas bagi pejabat berhati hewan buas namun berbulu hewan unggas.
Seakan-akan mereka lupa dengan sosok Bung Karno yang kata-katanya pun tak kalah keras jika sudah menyangkut harkat dan martabat rakyat yang tertindas, hingga Amerika pun Ia libas.
Maka tetaplah was-was agar dirimu tetap menjadi waras, karena hidup ini layaknya di laut lepas. Yang tak pandai membaca kompas, kan terhempas gelombang hingga tak berbekas


~. Abdul A. Siolimbona.~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar