Rabu, 16 Maret 2016

MALINO, TUHAN DAN SEBUAH RENUNGAN

Jika Belanda memiliki Denhaag sebagai kota perjanjian damai, maka Gowa mempunyai kota damai yang bernama Malino. Kota ini menjadi saksi bisu pembicaraan damai antara dua kelompok yang pernah bertikai di Maluku beberapa tahun yang lalu.
Kota berjuluk kota kembang ini memang memiliki panorama dan kondisi alam yang sangat cocok untuk meredakan ketegangan yang menyulut api pertikaian. Itulah yang membuat saya kagum pada Tuhan. Dia menjadikan beberapa tempat memiliki kondisi geografis yang berbeda-beda yang menurut kesimpulan Ibnu Khaldun dalam bukunya "Muqaddimah" memberikan pengaruh terhadap watak dan karakter penduduknya.
Pada wilayah yang letak geografisnya pada daerah pesisir, dengan suhu yang panas akan mempengaruhi watak dari masyarakat yang berdomisili pada wilayah tersebut sehingga karakter masyarakatnya cenderung tempramen dan suka bersenang-senang. Begitupun sebaliknya pada wilayah yang iklimnya dingin watak masyarakatnya cenderung lebih tenang.
Namun itu hanya faktor X. Masih ada faktor lain yang yang letaknyapada internal seseorang dalam mempengaruhi watak dan perilakunya yaitu aqal yang berfungsi sebagai alat dalam mengukur baik-buruknya suatu tindakan. Aqal inilah yang akan dijadikan nahkoda dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Faktor Internal berupa Aqal ith akan menjadi dasar seseorang akan dihukum di akhirat atau tidak sehingga di hari akhir nanti seseorang tidak mengelak dengan mengatakan "Tuhan jangan siksa aku karena Engkaulah yang menciptakan dan menempatkan aku di daerah yang membuat aku menjadi beringas ketika hidup di bumi". Tuhan pun menjawab "memangnya Aqalmu itu tidak engkau gunakan? Atau engkau menganggapnya tidak boleh digunakan? Lalu untuk apa Aku menciptakannya?".
Tuhan itu selalu 'genius' dalam menyusun skenario. Dia membuat perbedaan tempat agar terjadi dinamika hidup manusia dengan berbagai karakternya, Namun tak lupa dia menjadikan Aqal untuk difungsikan sebagai alat pemersatu semua manusia ciptaanNya. Maka perjanjian Malino I & II adalah upaya mengajak orang-orang yang bertikai, untuk kembali menghargai hak hidup orang lain, mengajak kembali kepada tuntunan aqal bahwa berbeda tidak mesti saling membunuh.
Engkau seperti seperti dilepas di tengah hutan belantara, lalu Tuhan memberikan anda kompas sebagai alat untuk kembali ke rumah anda. Maka yang tidak menggunakannya adalah seburuk-buruknya Manusia.
Malino 11-02-2016
~. Abdul Ajiz Siolimbona .~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar