Sabtu, 26 Maret 2016

BUDAYA LOKAL DITENGAH PUSARAN ARUS GLOBALISASI


Assalamualaikum & salam perjuangan sang calon revolusioner zaman...
Izinkanlah kutuangkan sedikit kegelisahanku padamu, untuk sekedar membuatku lega karena telah meyampaikannya padamu tentang sikapku terhadap zaman yg semakin lama semakin mengkhawatirkan. Saudaraku sebangsa dan setanah air...
Bangsa Indonesia kini telah terseret dalam kencangnya arus zaman yang arahnya kian sulit untuk dikendalikan. Ditengah kencangnya arus zaman itu bangsa ini ternyata belum mempunyai benteng yang kokoh untuk memproteksi berbagai dampak negatife yang akan terjadi akibat dampak globalisasi yangg sarat dengan sejumlah kepentingan barat sehingga orang-orang mengatakan bahwa jika terjadi globalisasi maka sudah dipastikan bahwa agenda westernisasi (Membarat-baratkan) suatu negara pun menjadi agenda wajib karena westernisasi adalah substansi dari globalisasi itu sendiri.
Ideologi bangsa yg belum dijiwai kian memperparah nasib anak negeri sebagai target  dari program globalisasi dan westernisasi tersebut. Terlalu lama negara ini berjibaku dalam perang ideologi yg akhirnya menggiring kita pada kondisi yg saya sebut “Persimpangan Peradaban”. Masyarakat Indonesia yang mendeklarasikan dirinya sebagai pengusung pancasila pun belum mampu menjadikan pancasila sebagai nafas kehidupannya yg mampu menjawab semua permasalahan dalam berbangsa dan bernegara. Sementara itu sebagian rakyat di negeri ini menganggap bahwa Ideologi sosialisme-lah yang mampu mengantarkan bangsa Indonesia ke gerbang kemerdekaan, yaitu merdeka dari segala bentuk penjajahan, baik dalam segi sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, politik dan berbagai segi kehidupan lainnya. Di sisi lain ada para kaum kapitalis (kaum pengusaha besar) yg asyik dalam kehidupannya yg penuh dengan sistem kapitalistik yg sudah jelas menghisap darah rakyat dengan monopoli ekonominya.
Kebudayaan sebagai Identitas.
Modernisasi sebagai bagian dari instrument globalisasi telah menghantarkan manusia untuk melakukan inovasi di segala bidang demi kemudahan hidupnya, tak terkecuali inovasi di bidang informasi dan teknologi (IT). Namun perlu disadari bahwa kemajuan teknologi informasi yg telah dicapai saat ini bagaikan “bola liar”, sehingga jika tidak dikendalikan dengan baik maka akan berdampak buruk bagi kehidupan umat manusia baik sekarang maupun di masa akan datang. Tapi sayang sampai hari ini kemajuan IT itu sendiri secara global telah memakan korban yg makin lama kian bertambah, tak terkecuali di Indonesia sendiri. Untuk itu, diperlukan suatu instrument yang konstruktif agar mampu menghadapi kencangnya hempasan gelombang kemajuan IT tsb.Indonesia secara historis memiliki peradaban yg cukup maju di mata dunia sehingga seharusnya mampu menjawab permasalahan ini. Peradaban yg telah diwariskan oleh nenek moyang kita dari kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Mataram, Gowa, kesultanan Ternate & Tidore dll., seharusnya dijadikan senjata ampuh yg mampu menyelamatkan anak bangsa dari efek radikal kemajuan teknologi dan Informasi (IT) yang terus memperkenalkan budaya barat yang kebanyakan bersifat destruktif. Opini publik terus di giring pada cara hidup yangg tidak lagi sesuai dengan falsafah hidup leluhur kita yg hidup pada zaman kerajaan dan kesultanan. Warisan budaya leluhur negeri ini yg lebih memanusiakan manusia kini perlahan tapi pasti telah mulai ditinggalkan. Budaya sopan santun, Sikap Jujur dan kesatria, kehidupan yg sederhana, berjiwa sosial yg tinggi serta berbagai norma-norma lainnya kini telah menjadi barang langka yg sulit ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini.
Konteks SBT
Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) yg merupakan bagian dari elemen bangsa harusnya mampu merespon gejolak sosial yg terjadi dewasa ini. Sebagai daerah yangg kental dengan adat harusnya telah mempersiapkan diri dalam manghadapi serangan budaya destruktif yg setiap saat dapat mengancam kebudayaan anak negeri. Kearifan lokal masyarakat yg ada tetap di jaga dan dilestarikan sehingga selain melakukan langkah proteksi demi kelangsungan hidup ke depan, juga merupakan bentuk usaha untuk mempertahankan identitas sebagai masyarakat yang berbudaya. Tari-tarian daerah, Upacara adat, nyanyian rakyat, kerajinan rakyat, pakaian adat serta berbagai aset budaya lainnya seharusnya dipandang dengan sudut pandang bercorak filosofis yang mengajarkan tentang nilai-nilai humanisme (kemanusiaan) bukan sekedar barang-barang serta gerakan-gerakan yg tanpa makna. Sehingga masyarakat menjadi tersadarkan tentang pentingnya menjaga nilai-nilai humanisme dalam melakukan interaksi sosial seperti apa yg telah di lakukan oleh Leluhur di masa lalu. Penanaman Ideologi yang berbasis kultural sejauh ini merupakan metode yang cukup efektif untuk melakukan penyadaran dalam melakukan suatu perubahan, perubahan ke arah masyarakat yang berbudaya luhur serta sadar akan identitasnya sebagai masyarakat adat, sehingga nantinya tidak teralalienasi (terasingkan) dari kebudayaan sendiri yg lebih memanusiakan manusia. Perencanaan yg tersistematis perlu dilakukan untuk mencapai harapan-harapan itu sehingga upaya pelestarian kearifan masyarakat lokal ini dapat dilestarikan ke pada seluruh generasi yg ada. Upaya memperkenalkan aset budaya ini perlu ditanamkan sejak dini mulai dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai ke tingkat Perguruan Tinggi. Selain itu, upaya melestarikan kearifan masyarakat lokal juga berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat kecil karena menjadi daya tarik bagi wisatawan baik lokal maupun manca negara sehingga langkah ini merupakan sebuah alternatife dalam menjawab permasalahan daerah dalam berbagai segi seperti ekonomi, sosial (pengangguran), budaya, dll. Untuk itu diperlukan kesadaran bersama untuk merealisasikan apa yang cita-cita bersama tentang penyelamatan generasi dan upaya pembangunan ekonomi, sosial, budaya di bumi Ita Wotu Nusa yg kita cintai ini. Semoga keterbatasan pemikiranku ini bermanfaat bagi pembacanya.Wassalam & Salam Perjuangan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar