Senin, 07 Maret 2016

GENERASI SAKIT-SAKITAN

Di sebuah gang sempit kota metropolitan berjalan tertatih-tatih seorang pemuda yang terlihat sesekali mendekatkan telapak tangannya ke hadapan mulutnya. rupanya ia sesekali mengalami batuk berdahak yang sangat mengganggunya. nampak jelas keringat membasahi mukanya yang pucat meskipun terus diterpa terik matahari dan asap knalpot kendaraan yang sering ia jumpai ketika melewati beberapa sudut kota. ya Anwar adalah seorang pemuda yang sudah sepuluh tahun menderita Tuberkulosis (TBC). ketiadaan biaya membuatnya hanya pasrah saja menjalani sisa hidupnya dengan cara yang paling baik menurutnya.
Meskipun tubuh Anwar tak sehat lagi namun boleh jadi dialah orang yang paling bersemangat menjalani hari-harinya. suatu hari dia sempat menceritakan padaku tentang aktifitasnya dan kondisi tubuhnya yang berhasil menarik perhatianku. aku menghadangnya dengan pertanyaan saat tiba-tiba kami berpapasan sepulangnya aku membeli rokok. " apa yang kamu lakukan Anwar?" begitu cara sederhanaku membuka dialog kami. "kamu setiap hari aku lihat memungut sampah yang berserakan di sepanjang gang dan juga diselokan" aku melanjutkan.
sambil berusaha duduk di dekat sebuah karung yang kusam ia menjawab "aku ingin menjadi orang yang bisa melakukan kebaikan sebisa mungkin sebelum aku mati", saya jadi penasaran dengan orang ini. tanpa berpikir panjang segera kusergap dia dengan pertanyaanku "bagaimana caranya?". pandangannya kemudian menengadah ke langit, dengan perlahan ia menghembuskan nafasnya lalu kemudian melanjutkan
"meskipun hidupku tidak panjang lagi tapi aku ingin jiwaku tetap abadi sebagai orang yang telah berbuat baik untuk keselamatan orang lain". sambil membetulkan posisi duduknya di atas sebuah kayu lapuk ia berseloroh " aku dilahirkan di gang kumuh ini, orang-orang di sini tak tahu arti pentingnya hidup...!!!" "aku terserang penyakit ini karena lingkungan di sini sangat kotor. aku ingin tempat ini berubah, untuk itu setiap hari aku berkeliling membersihkan setiap sudut gang dan jalanan".
dia terlihat begitu mantap dengan pilihannya yang tentu tak membawa keuntungan apa-apa secara materil.
Terik matahari yg menerpa kami mulai menaikkan temperatur suhu tubuh, akupun segera pamit pada lelaki istimewa itu. tapi sebelum kami berpisah sambil berusaha bangkit dari duduknya dia sempat berujar " fisikku memang lemah dan wajahku pucat sehingga kamu dengan mudah bisa menebak kondisi tubuhku, tapi banyak orang disekitar kita yang jiwanya sedang sakit tapi tidak banyak yang tahu", ia kemudian mengambil karung yang sedari tadi menemaninya menyusuri gang-gang sempit dan kemudian melanjutkan nasehatnya padaku "meskipun hidup mewah dan berpendidikan tinggi tapi buang sampah sembarangan tandanya jiwa sedang sakit", ia menyeka keringat yang mulai mengalir di sela-sela matanya kemudian kembali melempariku dengan beberapa kalimat " yang paling berbahaya dari itu semua adalah orang yang suka memasukkan sampah ke pikiran orang...!!!" seketika aku dibuat kaget dengan proposisi kalimatnya, tapi sebelum keningku bertambah kerut ia melanjutkan "orang yang sering memasukkan sampah ke dalam pikiran orang lain adalah yang paling sering kita anggap normal, padahal mereka yang paling berbahaya bagi kehidupan. mereka menyuntikkan ajaran kekerasan, pembunuhan, pelecehan, kebebasan atas nama agama dan sains sehingga dunia ini semakin tercemari akibat kebencian dan peperangan" dia kemudian berjalan perlahanan ke ujung gang sementara aku terus menatapnya kosong, sampai akhirnya di tikungan sempit dia kemudian menghilang.

Makassar, 1-3-2016
~.Abdul A. Siolimbona.~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar